Ada banyak cerita sukses dari industri startup, tetapi kisah Abraham Viktor selalu punya tempat tersendiri buat saya. Ada sesuatu dari perjalanan hidupnya, mulai dari latar belakang akuntansi, pengalaman lintas industri, hingga keberaniannya membangun Hangry di tengah pandemi. Saya merasa bahwa setiap orang punya peluang besar jika berani melangkah.
Abraham Viktor merupakan sosok di balik pendiri Hangry, startup kuliner yang mengusung konsep restoran virtual. Bisnis ini tumbuh di titik krisis akibat Covid-19. Sementara banyak usaha gulung tikar, Hangry justru berkembang lebih dari 23 kali lipat. Valuasinya kini diprediksi mendekati USD 150 juta dan berpotensi menuju Unicorn. Saya langsung terpikir satu hal, bagaimana perjalanan seorang anak akuntansi bisa sedahsyat itu?
Fakta Abraham Viktor

Memulai startup memang tidak pernah mudah dan saya rasa Anda pun setuju akan hal itu. Namun ketika melihat perjalanan Abraham Viktor sebagai CEO dan co-founder Hangry, saya belajar bahwa strategi yang tepat, riset pasar matang, serta keberanian bisa membuka jalan menuju kesuksesan. Ia sudah berkecimpung di dunia usaha sejak 2011 sebelum akhirnya merintis Hangry pada 2019.
Perjalanan panjangnya menunjukkan bahwa kesuksesan tidak pernah terjadi dalam satu malam. Itulah kenapa menurut Saya ada banyak hal berharga dari kisah Abraham yang bisa anda jadikan pelajaran ketika membangun bisnis. Mulai dari perspektif kepemimpinan, cara berpikir sebagai founder, sampai cara mengeksekusi ide secara konsisten.
1. Profil Singkat Abraham Viktor
Mari mulai dari fondasi kisahnya. Abraham Viktor adalah sosok di balik pesatnya pertumbuhan Hangry, sebuah startup kuliner yang menawarkan konsep multibrand berbasis cloud kitchen. Hangry lahir pada 2019 dan langsung mengincar pasar pesan-antar makanan, sebuah model bisnis yang semakin relevan di kota besar. Berawal dari satu outlet kecil, Hangry berkembang menjadi lebih dari 70 gerai.
Di periode 2019 hingga 2021, mereka berhasil menjual lebih dari 10 juta porsi makanan dan minuman. Angka penjualan dari empat brand utamanya bahkan sudah melewati satu juta porsi sebelum Hangry memperluas menu dengan mengakuisisi Accha. Pencapaian semasif ini membuat Abraham dan rekannya, Robin Tan, masuk daftar Forbes 30 Under 30 Asia 2021.
2. Dari Background Akuntansi Beralih ke Kuliner
Salah satu hal yang membuat saya semakin kagum adalah perjalanan akademisnya. Abraham berasal dari jurusan Akuntansi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, bidang yang biasanya mengantarkan seseorang menuju karier di kantor besar, bank ternama, atau perusahaan multinasional. Namun, Abraham justru memilih menyalakan api wirausaha di dalam dirinya.
Ia merasa lebih tertarik mengembangkan sesuatu miliknya sendiri. Dunia F&B menjadi pilihannya karena pasar yang terus bergerak dan peluang inovasi yang besar. Pada 2019, ia bersama Andreas Resha dan Robin Tan mendirikan PT Modular Kuliner Indonesia yang menjadi cikal bakal Hangry. Mereka mengusung konsep multibrand kuliner yang memanfaatkan teknologi dan cloud kitchen.
Baca Juga: 7 Pengusaha Muda Jawa Timur, Berhasil Bangun Bisnis dari Nol!

3. Berawal dari Satu Outlet
Pada masa awal, Hangry hanya punya satu outlet. Tapi satu tahun kemudian, jumlah outlet itu melonjak menjadi 41 dan tersebar di Jabodetabek serta Bandung. Salah satu hal yang saya kagumi dari Hangry adalah caranya memanfaatkan platform pesan-antar seperti GoFood dan GrabFood untuk menciptakan brand awareness dan momentum.
Pada pertengahan 2020, mereka akhirnya merilis Hangry App sendiri. Peluncuran aplikasi tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan bisnis dan meningkat drastis hingga lebih dari 2.000%. Penjualan produk Hangry bahkan melesat 22 kali lipat dari Januari 2020 ke Desember 2020, angka yang menurut saya hampir mustahil jika tidak dieksekusi dengan strategi matang.
Dengan lebih dari 1.000 karyawan, Hangry kemudian mengamankan pendanaan Seri A sebesar US$ 13 juta dari berbagai investor besar seperti Alpha JWC Ventures dan SALT Ventures. Pendanaan ini digunakan untuk memperluas outlet, merambah restoran dine-in, dan mulai menyusun rencana ekspansi internasional. Visi mereka sederhana namun besar, yaitu membawa brand kuliner Indonesia bersaing di panggung global.
4. Punya Segudang Pengalaman Menarik
Sebelum membangun Hangry, Abraham sudah merasakan berbagai pengalaman kerja yang menurut saya sangat membentuk cara berpikirnya. Tahun 2011, ia menjadi Summer Equity Analyst di Panin Asset Management. Tahun itu juga, ia ikut mendirikan Kayafood, produsen roti dan selai. Tahun 2012, ia mendirikan Ixacon, perusahaan baja ringan.
Lalu pada 2013, Abraham Viktor masuk ke Boston Consulting Group sebagai analis. Tahun berikutnya, ia bekerja sebagai Investment Banking Analyst di Nomura. Belum berhenti di situ, pada 2015 ia ikut mendirikan Taralite, salah satu startup fintech yang kemudian diakuisisi OVO. Tahun 2018, ia bergabung sebagai Head of Special Projects OVO sebelum akhirnya mendirikan Hangry pada 2019.
Baca Juga: 7 Fakta Achmad Zaky, Berawal Dari Kamar Kos Hingga Mendirikan Startup Unicorn

5. Menargetkan Ratusan Outlet Baru
Salah satu langkah paling berani Hangry menurut saya adalah mengakuisisi Accha, restoran cepat saji khas India, pada 2021. Dengan modal besar dan risiko yang tidak kecil, keputusan ini menunjukkan betapa seriusnya Hangry membangun brand multinasional. Akuisisi ini membuka pintu untuk eksperimen menu dan memperluas pasar ke segmen yang belum tersentuh.
Hingga kini, Hangry sukses mengoperasikan lebih dari 64 outlet dan menargetkan 120 outlet baru di Jawa dan luar pulau termasuk kota besar seperti Surabaya, Makassar, dan Medan. Langkah-langkah agresif yang dilakukan Abraham Viktor membuat saya melihat Hangry bukan sekadar bisnis kuliner, tapi perusahaan teknologi yang bergerak di industri makanan.
6. Gaya Kepemimpinan Abraham yang Underdog Mindset
Gaya kepemimpinan Abraham Viktor selalu menarik perhatian saya karena ia memadukan ketegasan strategi dengan kedekatan emosional kepada pelanggan. Ia menjadikan customer obsession sebagai pusat dari setiap keputusan bisnis, bahkan sering turun langsung sambil membaca dan menanggapi komentar pelanggan satu per satu.
Baginya, suara pelanggan bukan hanya masukan, tetapi bahan bakar utama untuk inovasi dan perkembangan Hangry. Prinsip ini membuat perusahaan tetap adaptif dan peka terhadap perubahan pasar. Di sisi lain, Abraham juga menjaga underdog mindset sebagai roh perjuangan timnya. Ia percaya bahwa perusahaan harus terus merasa “lapar”, tidak mudah puas, dan selalu bergerak cepat agar tidak bernasib buruk.
Prinsip ini ia imbangi dengan kepeduliannya kepada tim, karena ia percaya bahwa setiap orang harus diperlakukan sebagai manusia, bukan sekadar alat mencapai target. Ketika ada anggota tim yang berbuat salah, ia memilih menanganinya dengan cara yang adil dan penuh empati, sehingga budaya kerja menjadi lebih sehat dan berkelanjutan.
7. Misi Berikutnya
Hangry berambisi menjadi pemain global di tahun 2030. Pada masa pandemi Hangry berhasil tumbuh 22 kali lipat hanya dalam setahun. Dengan pendanaan dari Alpha JWC Ventures dan Sequoia Capital melalui Surge, Hangry menargetkan lebih dari 120 outlet dan 20 restoran dine-in baru. Menurut saya, visi sebesar ini hanya bisa dicapai oleh founder yang mengerti bagaimana memadukan data, intuisi, dan leadership.
Baca Juga: Profil Anderson Sumarli: Perjalanan Inspiratif CEO Ajaib Menuju Unicorn Fintech
Penutup

Setelah mempelajari perjalanan Abraham Viktor, saya merasa ada banyak sekali pelajaran yang bisa Anda ambil, bukan hanya soal membangun bisnis kuliner, tetapi juga tentang keberanian mengambil keputusan, menciptakan inovasi, dan memimpin dengan hati. Abraham menunjukkan bahwa latar belakang bukanlah batasan, selama Anda mau belajar, mencoba, dan terus bergerak maju.

